Selasa, 18 Januari 2011

Asuhan Keperawatan Post Sc Letak Sungsang

ASUHAN KEPERAWATAN POST SC LETAK SUNGSANG

1. KONSEP DASAR TEORI
A. PENGERTIAN
 Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai bagian yang terendah ( Presentasi Bokong). Angka kejadian  : ± 3 % dari seluruh angka kelahiran.


a. B. PATOFISIOLOGI
Letak sungsang dapat terjadi akibat dari ;
1. Terdapat tumor dalam rongga uterus.
2. Terbentuknya segmen bawah rahim.
3. Hidramion.
Adapun letak sungsang dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Letak bokong murni ; prensentasi bokong murni (Frank Breech). Bokong saja yang menjadi bagian terdepan sedangkan kedua tungkai lurus keatas.
2. Letak bokong kaki (presentasi bokong kaki) disamping bok

Asuhan Keperawatan Primigravida Kehamilan Fisiologis

ASUHAN KEPERAWATAN PRIMIGRAVIDA DENGAN KEHAMILAN FISIOLOGIS

2.1. Konsep dasar asuhan kebidanan primigravida dengan kehamilan fisiologis.
2.1.1. Pengertian kehamilan
Kehamilan ialah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin mulai konswepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan. (Manuaba.Ida bagus gede, 1998;4)
2.1.1.1. Penyebab Kehamilan
Kehamilan dapat terjadi karena pertemuan ovum dan sperma. Pada coitus air mani terpancar kedalam ujung dari vagina sebanyak 3CC. Dalam air mani terdapat spermatozoa atau sel-sel mani sebanyak100-200 juta tiap cc.
Sel mani bentuknya seperti kecebong dengan kepala yang lonjong dan ekor yang panjang seperti cambuk. Inti sel terdapat dikepala sedang ekor gunanya untuk bergerak maju. Karena pergerakkan ini maka dalam sartu jam spermatozoa melalui canalis servikalis dan cavum uteri kemudian kemudian berada dalam tuba. Disini sel mani menunggu kedatangan sel telur, jika pada saat ini terjadi ovulasi maka mungkin terjadi fertilisasi, jadi kehamilan dapat dihasilkan bila coitus dilaksanakan pada saat ovulasi. (Obtetrie fisiologi Pad

Asuhan Keperawatan Sectio Caesarea

ASUHAN KEPERAWATAN SECTIO CAESAREA


A. PENGERTIAN
Operasi caesarea adalah kelahiran janin cukup bulan hidup melalui insisi sayatan) pada dinding perut dan rahim bagian depan.

B. ETIOLOGI
Infeksi ekstrakranial , misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas

C. PATOFISIOLOGI
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut dengan akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit ) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan

Asuhan Keperawatan Abortus

ASUHAN KEPERAWATAN ABORTUS


- Infeksi Akut : Pneumonia, Thipii, septikemia, peritonitis
- Gangguan Endokrin : Gangguan produksi progesterone, thyroid
- Gangguan Gizi/Anemia
- Trauma, baik yang tidak disengaja (mischariage) maupun yang disengaja 
  (provokatus)
- Gangguan faal organ : Hypoplasi uteri, tumor uterus, cervix pendek, 
  retrofleksi uteri incarcerata, ggn endometrium



ABORTUS (mati janin < 22 mg/< 500 gr)


Abortus Spontan Abortus Infeksiosa Retensi Janin    Abortus Resiko tinggi
  (Missed abortion) (Unsafe abortion)


Ab. Imminens : perdarahan bercak, ada ancaman  kehamilan
Ab. Insipiens : Perdarahan ringan dimana hasil konsepsi masih di cavum uteri
Ab. Inkomplit
Ab. Komplit




Perdarahan Nyeri Abdomen Kurang Pengetahuan


Shock Gangguan Rasa Nyaman Cemas


Resiko tinggi Infeksi Devisit Vol. Cairan Gangguan Aktivitas


Pemeriksaan Diagnostik :

1.  Test HCG Urine Indikator kehamilan Positif
2. Ultra Sonografi Kondisi janin/cavum ut terdapat janin/sisa janin
3. Kadar Hematocrit/Ht Status Hemodinamika Penurunan (< 35 mg%)
4. Kadar Hemoglobin Status Hemodinamika Penurunan (< 10 mg%)
5. Kadar SDP Resiko Infeksi Meningkat(>10.000 U/dl)
6. Kultur Kuman spesifik Ditemukan kuman




DIAGNOSA  KEPERAWATAN
1. Devisit Volume Cairan s.d perdarahan 
2. Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi 
3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri s.d kerusakan jaringan intrauteri 
4. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab
5. Cemas s.d kurang pengetahuan



INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Devisit Volume Cairan s.d Perdarahan 
Tujuan :
Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi :
a. Kaji kondisi status hemodinamika
R : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekteristik bervariasi
b. Ukur pengeluaran harian
R : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal
c. Berikan sejumlah cairan pengganti harian
R : Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif
d. Evaluasi status hemodinamika
R : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik

2. Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan :
Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
R : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk
b. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan
R : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi
c. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
R : Mengistiratkan klilen secara optimal
d. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien
R : Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan
e. Evaluasi  perkembangan   kemampuan klien melakukan aktivitas 
R : Menilai kondisi umum klien

3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri s.d Kerusakan jaringan intrauteri
Tujuan :
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Intervensi :
a. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien 
R : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun dsekripsi.
b. Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
R : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
c. Kolaborasi pemberian analgetika
R : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik


4. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
Intervensi :
a. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau
R : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi
b. Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan
R : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih luar
c. Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart
R : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart 
d. Lakukan perawatan vulva
R :Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan infeksi. 
e. Terangkan pada klien cara  mengidentifikasi tanda inveksi
R : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi
f. Anjurkan pada suami untuk   tidak melakukan hubungan senggama se;ama masa perdarahan
R : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu; senggama dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada pasangan.

5. Cemas s.d kurang pengetahuan
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan/persepsi  klien dan keluarga terhadap penyakit
R : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas 
b. Kaji derajat kecemasan yang dialami klien
R : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penialaian objektif klien tentang penyakit 
c. Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan
R : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran diri klien
d. Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama
R : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi menurunkan kecemasan
e. Terangkan hal-hal seputar aborsi  yang perlu diketahui oleh klien dan keluarga
R : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun support system keluarga; untuk mengurangi kecemasan klien dan keluarga.




Referensi :
1. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad(1981) Obstetri Patologi, Elstar Offset, Bandung 
2. JNPKKR-POGI (2000), Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
3. Wong,Dona L& Perry, Shanon W (1998) Maternal Child Nursing Care, Mosby Year Book Co., Philadelphia
4. – (--), Protap Pelayanan Kebidanan RSUD Dr. Sutomo Surabaya, Surabaya

Bayi Prematur Persalinan Preterm

BAYI PREMATURE DENGAN  PERSALINAN PRETERM DENGAN RIWAYAT PERSALINAN PROLONGE LABOR


A. BAYI PREMATUR
1. Definisi
Prematuritas adalah keadaan yang belum matang, yang ditemukan pada bayi yang lahir pada saat usia kehamilan belum mencapai 37 minggu. (www.medicastore, 2004)
Bayi premature adalah bayi yang baru lahir sebelum akhir gestasi minggu ke tiga puluh tujuh (Tucker, 1993)
Bayi premature adalah bayi yang lahir sebelum akhir dari kehamilan 37 minggu atau bayi yang lahir kurang dari 259 hari setelah tanggal menstruasi terakhir (Sherwen, 1999)
Berdasarkan atas timbulnya bermacam–macam problematic pada derajat prematuritas maka Usher (1975) menggolongkan bayi tersebut dalam tiga kelompok :

Asuhan Keperawatan Ca Mammae

ASUHAN KEPERAWATAN CA MAMAE

A. Pengertian

Ca mamae adalah suatu penyakit seluler yang dapat timbul dari jaringan payudara dengan manifestsi yang mengakibatkan kegagalan unutk mengontrol proliferasi dan maturasi sel.
(  brunner and suddarth, 2002 )
Ca mamae adalah suatu penyakit yang menggambarkan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit, bukan penyakit tunggal 
( Tucker dkk, 1998)

Asuhan Keperawatan Nifas

ASUHAN KEPERAWATAN NIFAS

A. PENGERTIAN
Nifas atau purperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil (Forner, 1999 : 225).
Masa nifas/masa purperium adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Arif, 1999 : 344).
Sectio caesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histeretomi) (Cunningham, Mac Donnald, Gant, 1995. 511).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Arif, 1999 : 344).
Dengan demikian perawatan pada ibu nifas dengan post operasi sectio caesarea adalah perawatan pada ibu pada masa setelah melahirkan janin dengan cara insisi/pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim sampai organ-organ reproduksi ibu kembali pulih yang berakhir kira-kira 6 minggu.

B. FASE-FASE NIFAS
Fase-fase nifas terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
1. Immediate post partum :  24 jam post partum
2. Early post partum :  minggu I post partum
3. Late post partum :  Minggu II – VI post partum

C. INDIKASI SECTIO CAESAREA
Menurut Arif Mansjoer (1994 : 344 - 345) yaitu indikasi dilakukannya sectio caesarea adalah :
1. Disporsi sefalo peluik
2. Gawat janin
3. Placenta previa
4. Pernah sectio caesarea sebelumnya
5. Kelainan letak
6. Eklamsia
7. Hipertensi

D. FISIOLOGI
1. Fisiologi nifas adalah hal-hal yang bersifat karakteristik dalam masa nifas
a. Uterus
Pada akhir kala tiga persalinan, fundus uteri berada setinggi umbilicus dan berat uterus 1.000 gram. Uterus kemudian mengalami involusi dengan cepat selama 7 – 10 hari pertama dan selanjutnya proses involusi ini berlangsung lebih berangsur-angsur.
b. Lokhea
Adalah istilah yang diberikan pada pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas.
Lokhea terbagi dalam :
1) Lokhea rubra (hari 1 – 4) jumlah sedang, warna merah dan terutama darah
2) Lokhea seresa (hari 4 – 8) jumlah berkurang, warna merah muda
3) Lokhea alba (hari 8 – 14) jumlah sedikit, warna putih dan bahkan hampir tidak berwarna
c. Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus, setelah persalinan, ostium eksterna dapat dimasuki oleh 2 – 3 jari tangan, setelah 6 minggu post natal serviks menutup.
Karena robekan kecil-kecil yang terjadi selama dilatasi, serviks tidak pernah kembali seperti keadaan sebelum hamil (nulipara) yang berupa lubang kecil seperti mata jarum, serviks hanya dapat kembali sembuh. Dengan demikian OS serviks wanita muda yang sudah pernah melahirkan merupakan salah satu tanda yang menunjukkan riwayat kelahiran bayi lewat vagina.
d. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, setelah beberapa hari keduanya menjadi kendor. Setelah 3 minggu akan kembali dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia lebih menonjol.
e. Perineum
Setelah melahirkan perineum menjadi kendor, pada hari kelima perineum  akan  mendapatkan  kembali  sebagian   besar  tonus  sekalipun 
lebih kendor daripada keadaan sebelum melahirkan.
f. Payudara
Payudara mencapai maturnitas yang penuh selama masa nifas kecuali jika laktasi disupresi. Payudara lebih besar, kencang dan mula-mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi.
g. Traktus urinarius
BAK sering sulit pada 24 jam pertama, kemungkinan terdapat spasme sfingter edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan.
h. Sistem gastrointestinal
Memerlukan waktu 3 – 4 hari sebelum faal usus kembali normal. Rasa sakit di premium dapat menghalangi keinginan ke belakang.
i. Sistem kardiovaskuler
Jumlah sel darah dan Hb kembali normal pada hari kelima.
j. Perubahan psikologis
Perubahan yang mendadak dan dramatis pada status hormonal menyebabkan ibu yang berada dalam masa nifas menjadi sensitif terhadap faktor yang dalam keadaan normal mampu diatasinya.
2. Fisiologi proses penyembuhan luka
Pada fase satu (I) penyembuhan luka leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak. Fibrin bertumpuk pada gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh darah tumbuh pada luka dari benang fibrin sebagai kerangka. Lapisan tipis dari sel epitel bermigrasi lewat luka dan menutupi luka, pasien akan terlihat merasa sakit pada fase I selama 3 hari setelah bedah besar.
Pada fase II berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit mulai menghilang dan ceruk mulai berisi kolagen serabut protein putih. Sel epitel beregenerasi dalam 1 minggu. Jaringan baru memiliki banyak pembuluh darah. Tumpukan kolagen akan menunjang luka dengan baik dalam 6 – 7 hari. Jadi jahitan diangkat pada waktu ini, tergantung pada tempat dan luasnya bedah.
Pada fase III kolagen terus bertumpuk. Ini menekan pembuluh darah baru dan arus darah menurun. Luka terlihat seperti merah jambu yang luas. Fase ini berlangsung minggu kedua sampai minggu keenam. Pasien harus menjaga agar tidak menggunakan otot yang terkena.
Pada fase IV, fase terakhir berlangsung beberapa bulan setelah bedah. Pasien akan mengeluh gatal di seputar luka. Walaupun kolagen terus menimbun pada waktu ini luka menciut dan menjadi tegang. Karena penciutan luka terjadi ceruk yang berwarna/berlapis putih. Bila jaringan itu aseluler, avaskuler, jaringan kolagen tidak akan menjadi coklat karena sinar matahari dan tidak akan keluar keringat dan tumbuh rambut (Barbara C. Long, 1996 : 69).

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001 : 414), antara lain :
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan berlebihan atau banyak 
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600 – 800 ml
6. Emosi klien labil dengan mengekspresikan ketidakmampuan menghadapi situasi baru
7. Terpasang kateter urinarius pada sistem eliminasi BAK
8. Dengan auskultasi bising usus tidak terdengar atau mungkin samar
9. Immobilisasi karena adanya pengaruh anastesi
10. Bunyi paru jelas dan vesikuler dengan RR 20x/menit
11. Karena kelahiran secara SC mungkin tidak direncanakan maka biasanya kurang pahami prosedur

Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Hb dan Ht
3. Urinalisis
4. Kultur urine, darah, vaginal dan lokhea (Doenges, 2001 : 414)

F. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan I setelah post operasi
a. Pembalutan luka (wound dressing) dengan baik
Dibersihkan dengan alkohol dan larutan suci hama (larutan betadine) lalu ditutup dengan kain penutup luka.
b. Pemberian cairan
D 5 – 10%, garam fisiologis dan RL secara bergantian, 20 tts/mnt
c. Diit
Makanan dan minuman diberikan setelah pasien flatus. Minuman yang diberikan air putih atau air teh. Makanan yang diberikan dari bubur saring, minuman air buah dan susu, selanjutnya secara bertahap bubur dan akhirnya makanan biasa.
d. Kateteriasasi
e. Obat-obatan 
1) Antibiotik, kemoterapi dan anti inflamasi
2) Obat-obat pencegah perut kembung : plasil, perimpuran
3) Obat anti nyeri : pethidin 100 – 150 mg atau morfin 10 – 15 mg
4) Transfusi darah apabila penderita anemia
2. Perawatan rutin
Pemeriksaan dan pengukuran, yang diukur adalah :
a. Tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, suhu
b. Jumlah cairan masuk dan keluar (urine)
Dilakukan pemeriksaan dan pengukuran setiap 4 jam sekali


KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN DASAR DATA KLIEN
(Marilyn E. Doenges, 2001 : 414)
1. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600 – 800 ml.
2. Integritas ego
Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan sampai ketakutan, marah atau menarik diri. Klien/pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran dalam pengalaman kelahiran.
3. Eliminasi
Kateter urinarius indwelling mungkin terpasang : urine jernih pucat. Bising usus tidak ada, samar atau jelas.
4. Makanan/cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
5. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi spinal apidural.
6. Nyeri/ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misal : trauma bedah/insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/abdomen, efek-efek anastesi, mulut mungkin kering.
7. Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler.
8. Keamanan
Balutan abdomen tampak sedikit noda atau kering dan utuh. Jalur parental, bila digunakan, paten dan sisi bebas eritema, bengkak dan nyeri tekan.
9. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan berlebihan/banyak.
10. Pemeriksaan diagnostik
Jumlah darah lengkap, Hb/Ht : mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.  Urinalisis : kultur urine, darah, vaginal dan lokhea : pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan individual.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul (Marilyn E. Doenges, 2001 : 417) :
1. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anastesi, efek hormonal, distensi kandung kemih atau abdomen ditandai dengan mengeluh nyeri insisi, kram, sakit kepala, abdomen kembung, nyeri tekan payudara, perilaku melindungi atau distraksi wajah menahan nyeri
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau kulit rusak, penurunan hemoglobin
3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral ditandai dengan mulut dan membran mukosa kering, perdarahan
4. Resiko terjadi konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot, efek progesteron
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik, penurunan kekuatan dan tahanan
6. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan ibu ditandai dengan ASI belum keluar, mammae terasa lembek
7. Resiko terhadap perubahan fungsi pernafasan berhubungan dengan status post anastesi, immobilisasi post operasi dan nyeri
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengingat, kesalahan interprestasi

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan
a. Tujuan
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa manajemen pengurangan nyeri selama 30 detik dalam 2 x 24 jam diharapkan klien dapat beradaptasi nyeri.
b. Kriteria hasil
1) Klien bisa mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri
2) Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri
3) Klien tampak rileks dan mampu istirahat dengan tepat
c. Intervensi
1) Evaluasi TD, nadi, perubahan perilaku
2) Ubah posisi klien
3) Lakukan latihan nafas dalam
d. Rasionalisasi
1) Pada banyak klien nyeri dapat menyebabkan gelisah dan TD meningkat
2) Merelaksasikan otot
3) Nafas dalam meningkatkan upaya pernafasan, pembebatan menurunkan regangan dan ketegangan areal insisi
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma pembedahan
a. Tujuan
Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan berupa perawatan luka operasi selama 30 menit dalam 9 – 14 hari sampai luka sembuh
b. Kriteria hasil
1) ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿaspalphaMendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan resiko
2) Menunjukkan luka bebas dari drainase purulent dengan tanda awal penyembuhan
3) Tidak demam
c. Intervensi
1) Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat dan pembuangan kotoran
2) Tinjau ulang Hb/Ht
3) Inspeksi balutan abdominal
d. Rasionalisasi
1) Membantu mencegah/membatasi penyebaran infeksi
2) Anemia, DM, dan persalinan lama sebelum kelahiran caesarea meningkatkan resiko infeksi dan menghambat penyembuhan
3) Balutan steril menutup luka pada 24 jam pertama kelahiran caesarea membantu melindungi luka dari cidera atau kontaminasi


3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan masukan cairan secara oral
a. Tujuan
Eliminasi urine kembali normal setelah dilaksanakan tindakan keperawatan pada pasien berupa penggunaan metode-metode untuk pengeluaran urine dalam dower kateter dalam 24 jam pertama post partum
b. Kriteria hasil
Klien tetap dalam normotensif dengan masukan cairan dan haluaran urine seimbang dan Hb/Ht dalam kadar normal
c. Intervensi
1) Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsentrasi drainase urine
2) Perhatikan adanya rasa haus
3) Pantau suhu dan nadi
d. Rasionalisasi
1) Oliguri mungkin disebabkan oleh kehilangan cairan
2) Rasa haus merupakan cara homestatis dari penggantian cairan melalui peningkatan rasa haus
3) Peningkatan suhu dapat memperberat dehidrasi
4. Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot, kelebihan analgesik, penurunan peristaltik usus
a. Tujuan
Konstipasi tidak terjadi setelah dilaksanakan tindakan keperawatan berupa anjuran untuk mobilisasi selama 15 menit dalam 24 jam
b. Kriteria hasil
1) Mendemonstrasikan kembalinya motilitas usus dibuktikan oleh bising usus dan keluarnya flatus
2) Mendapatkan pola eliminasi kembali biasanya
c. Intervensi
1) Auskultasi terhadap adanya bising usus
2) Palpasi abdomen, perhatikan distensi, ketidaknyamanan
3) Anjurkan cairan oral yang adekuat
d. Rasionalisasi
1) Menentukan kesiapan terhadap pemberian makanan per oral
2) Menandakan pembentukan gas akumulasi/kemungkinan ileus paralitis
3) Mencegah konstipasi defekasi
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
a. Tujuan
Personal hygiene pasien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa membantu memandikan pasien selama 30 menit dalam 24 jam
b. Kriteria hasil
1) Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
2) Mengidentifikasi atau menggunakan sumber-sumber yang tersedia
c. Intervensi
1) Kaji status psikologis pasien
2) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan hygiene
3) Kolaborasi pemberian analgetik
d. Rasionalisasi
1) Pengalaman nyeri fisik mungkin disertai nyeri mental yang mempengaruhi keinginan klien untuk mendapatkan otonomi
2) Memperbaiki harga diri meningkatkan sejahtera
3) Menurunkan ketidaknyamanan
6. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan ibu 
a. Tujuan
Menyusui efektif setelah dilaksanakan tindakan keperawatan berupa penyuluhan dan teknik menyusui 1 jam dalam 24 jam
b. Kriteria hasil
1) Menyatakan pemahaman tentang proses/situasi menyusui
2) Mendemonstrasikan teknik efektif menyusui
c. Intervensi
1) Kaji pengetahuan klien tentang menyusui sebelumnya
2) Berikan informasi verbal dan tertulis mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui
d. Rasionalisasi
1) Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana keperawatan
2) Membantu suplay susu adekuat, mencegah puting luka, memberi kenyamanan
7. Resiko terhadap perubahan fungsi pernafasan berhubungan dengan status pasca anastesi, immobilisasi pasca operasi dan nyeri
a. Tujuan
Fungsi pernafasan tidak berubah setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa batuk efektif selama 1 x 15 menit dalam 24 jam
b. Kriteria hasil
Tidak terjadi penumpukan sputum di tenggorokan
c. Intervensi
1) Anjurkan batuk efektif setiap 2 jam sekali setelah operasi
2) Kaji respirasi dan nadi setiap 2 jam setelah post operasi
3) Mobilisasikan pasien setiap 2 jam post operasi miring kanan/kiri sebelum ambulasi
d. Rasional
1) Untuk mengeluarkan sputum dari tenggorokan
2) Respiratori dapat berubah jika terjadi perubahan fungsi pernafasan
3) Membantu mengeluarkan sekret dari jalan nafas dan mencegah kongesti dan mencegah organisme status di jalan nafas
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengingat, kesalahan interprestasi
a. Tujuan
Pengetahuan tentang proses fisiologis post partum terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa pemberian informasi post partum selama 30 menit dalam 24 jam
b. Kriteria hasil
1) Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis keutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan 
2) Melakukan aktivitas-aktivitas yang perlu dengan benar
c. Intervensi
1) Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar
2) Berikan rencana penyuluhan tertulis dengan menggunakan format yang distandarisasi
3) Kaji keadaan fisik klien
4) Perhatikan status psikologis dan respon terhadap kelahiran caesarea serta peran menjadi ibu
d. Rasionalisasi
1) Periode post partum dapat menjadi pengalaman positif bila kesempatan penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan pengetahuan ibu, motivasi dan kompetisi
2) Membantu menjamin kelengkapan informasi yang diterima orang tua dari anggota staf dan menurunkan konfusi klien yang disebabkan oleh desiminasi nasehat atau informasi yang menimbulkan konflik
3) Ketidaknyamanan berkenaan dengan insisi atau nyeri penyerta, biasanya berkurang pada hari ketiga pasca operasi, memungkinkan klien berkonsentrasi lebih penuh dan lebih menerima penyuluhan
4) Ansietas yang berhubungan dengan kemampuan untuk merawat diri sendiri dan anaknya, kekecewaan pada pengalaman kelahiran dapat mempunyai dampak negatif pada kemampuan belajar dan kesiapan klien



DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. 2001. Rencana Keperawatan Maternal dan Bayi, Edisi II. Jakarta : EGC.

Farrer, H. 1999. Perawatan Maternitas, Edisi II. Jakarta : EGC.

Gant, M. 1995. Obstetri Williams. Jakarta : EGC.

Hamilton, PM. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta :     EGC.

Ibrahim, Cs. 2001. Perawatan kebidanan, Jilid III. Jakarta : Bharata.

Long, BC. 1996. Perawatan Medikal Bedah, Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, Volume 2. Bandung : Yayasan IAPK Padjdjaran.

Mansjoer, A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III. Jakarta : Media Aescilapius.

Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC.

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid II. Jakarta : EGC.


Asuhan Keperawatan Kelahiran Dengan Vacum

ASUHAN KEPERAWATAN KELAHIRAN DENGAN VACUM

A. Tinjauan Medis Persalinan Normal
1. Definisi
Persalinan merupakan proses untuk mendorong keluar (ekspulsi) hasil pembuahan (janin yang viabel, plasenta dan ketuban) dari dalam uterus lewat vagina kedunia luar.
( Hellen Farrer, 1999).
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan peneluaran bayi yang cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu.
(FK UNPAD, 1998).
Persalinan normal adalah persalinan yang :
a. Terjadi pada kehamilan aterm (bukan prematur dan post matur)
b. Mempunyai onset yang spontan (tidak diinduksi)
c. Selesai setelah 4 jam dansebelum 24 jam sejak saat awitannya (bukan partus presipitatus atau partus lama)
d. Mempunyai janin (tunggal) dengan presentasi verteks (puncak kepala) dan oksiput pada bagian anterior pelvis
e. Terlaksana tanpa bantuanartifisial (seperti forsep)
f. Tidak mencakup komplikasi (seperti perdarahan hebat)
g. Mencakup kelahiran plasenta yang normal
( Hellen Farrer, 1999).
Partus normal / spontan adalah proses lahirnya babyi pada LBK dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam
(Rustam M, 1998).
Berlangsungnya persalinan normal dibagi menjadi 4 kala :
a. Kala I merupakanstadium dilatasi serviks sampai terjadi pembukaan 10 cm, kala I dinamakan pula pembukaan
b. Kala  II merupakan stadium ekspulsi atau kala pengeluaran oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatanmengedan janin didorong keluar sampai lahir
c. Kala III merupakan stadium pelepasan dan pelahiran plasenta atau kala uri plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan
d. Kala IV mulai lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam
(Sarwono P. 2002).
Faktor-faktor penting dalam persalinan :
a. Power : His (kontraksi otot rahim), kontraksi otot dinding perut
b. Pasanger : Janin dan plasenta
c. Passage : Jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang
(Ida Bagus G. M, 1998).

2. Etiologi Persalinan
Sebab terjadinya suatu persalinan hingga saat ini masih berupa suatu teori yang kompleks, banyak faktor yang mengakibatkan persalinan itu terjadi antara lain : faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi. Semua factor tersebut belum dapat dipastikan oleh karena itu masih diperlukan penilitian terlebih lanjut. Teori yang mendukng terjadinya suatu persalinan yaitu:
a. Teori Oksitosin
Peranan oksitosin pada persalinan yaitu dikeluarkanya oksitosin oleh neurohipofise wanita hamil pada saat wanita tersebut mulai masuk perasalinan. Menurut Chard (1973) peranannya pada persalinan hanya kecil, perannan utamanya pada fase ekspulsi dan postpartum, pada postpartum setelah fetus dan plasenta lahir menimbulkan kontraksi dan retraksi uterus sehingga jumlah peradrahan yang terjadi berkurang (pada saat ini pembuatan prostaglandin oleh amnion sudah tidak ada lagi) bahwa oksitosin adalah obat yang dapat menimbulkan kontraksi uterus pada kehamilan lanjut sudah diketahui secara luas kadar reseptor untuk oksitosin pada beberapa kehamilan cukup bulan dan selama persalinan, juga didapat kenaikan kadar oksitosin dalam cairan amnion selama persalinan. Dapat disimpulkan bahwa oksitosin berperan penting pada akhir persalinan termasuk lahirnya plasenta, mempertahankan kontraksi uterus setelah persalinan (mengurangi jumlah darah yang hilang, dan pada saat ibu menyusui bayinya karena pada waktu bayi menghisap puting susu ibu terjadi hipersekresi dari oksitosin dan air susu mengalir keluar).
b. Teori Panarikan (withdrawal progesteron)
Penarikan progesteron merupakan keadaan endokrin penting yang mendasari proses biomolekuler untuk bermulanya persalinan. Dari semua penalitian pada manusia kadar progesteron sekurang-kurangnya pada darah ibu tidak menurunpada waktu sebelum persalinan mulai berlangsung.
c. Hipotesa Sistem Komunikasi Organ
Suatu hal yang mungkin sulit untuk dipercayai bahwa janin dapat mengirimkan sarat kepada ibu untuk memmulai proses persalinan bila dari jaringan dan organ-organ janin telah sempurna. Apabila keadaan ini benar terjadi sebagai syarat fetus kepada ibu melalui sistem komunikasi organ. Apabila memang demikian keadaanya adalah sangat penting untuk menentukan komponen dari sistem komunikasi organ mekanisme timbulnya dan bagaimana isyarat janin dikirimkan ke ibu juga penting untuk menentukan komponen jawaban yang terjadi akibat isyarat tersebut. Menurut Manuaba (1998) dikemukakan teori yang menyatakan kemungkinan terjadinya persalinan yaitu :
1) Teori keregangan :
a) Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas-batas tertentu
b) Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai.
c) Contohnya pada hamil ganda sering terjadi setelah keregangan tertentu sehingga menimbulkan persalinan.



2) Teori penurunan progesteron :
a) Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah menaglami penyempitan dan buntu.
b) Produksi progesteron mengalami penurunan sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin.
c) Akibat otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
3) Teori oksitosin internal :
a) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior.
b) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitifitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hiks.
c) Menurunya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dapat dimulai.
4) Teori prostaglandin :
a) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu yang dikeluarkan oleh desisua.
b) Pemberian prostaglandin dapat menimbulkan kontaksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
c) Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
5) Teori hipotalamus pituitari dan galndula suprarenalis :
a) Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensepalus sering terjadi perlambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus.
b) Pemberian kortokosteroid yang menyebabkan prematuritas janin, induksi (mulai persalinan).
c) Galndula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.



3. Tanda – Tanda Permulaan Persalinan
a. Lightening atau settling yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida
b. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun
c. Perasaan sering-sering atau susah kencing (polakisuuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin
d. Perasaan sakit di perut dan dipinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus, kadang disebut ”false labor pains”
e. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah (bloody show).




B. TINJAUAN MEDIS EKSTRAKSI VAKUM
1. Definisi 
Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negatif (vakum) dikepalanya.
(Mansjoer, 1999).
Eksraksi vakum merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi, oleh karena itu kerja sama dan kemampuanibu untuk mengekspresikan bayinya merupakan faktor yang sangat penting dalam menghasilkan akumulasi tenaga dorongan dengan tarikan ke arah yang sama.
(Sarwono, 2002).
Ekstraksi vakum, seperti juga ekstraksi forsep merupakan suatu alat yang dipakai untuk memegang kepala janin yang masih berada dalam jalan lahir. tekanan vakum yang dianggap tidak berbahaya ntuk bayi berkisar antara 0.4 – 0.6 Kg/cm2 .
(Mochtar, 1998).

2. Indikasi
a. Kala II lama dengan presentasi kepala belakang / verteks
b. Kelelahan ibu
c. Partus tak maju
d. Gawat janin
e. Toksemia gravidarum
f. Ruptura uteri iminens
Ibu : Memperpendek persalinan kala II, penyakit jantung kompensata, 
  penyakit paru fibrotik
Janin : Adanya gawat janin
Waktu : Persalinan kala lama



3. Kontra Indikasi
a. Mal presentasi (dahi, puncak kepala, muka, bokong)
b. Panggul sempit (disproporsi kepala – panggul)
Ibu : Ruptur uteri membakat, ibu tidak boleh mengejan
Janin : Letak lintang, presentasi muka, presentasi bokong, preterm, 
 kepala menyusul.

4. Syarat – Syarat
a. Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
b. Presentasi kepala
c. Cukup bulan (tidak prematur)
d. Tidak ada kesempitan panggul
e. Anak hidup dan tidak gawat janin
f. Punurunan di hodge III
g. Kontraksi baik
h. Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan

5. Kelebihan
Dapat digunakan pada :
a. Pembukaan serviks uteri yang belum lengkap dengan menggunakan vakum ekstraktor maka pembukaan serviks dapat dipercepat secara mekanis sebaiknya ekstraksi vakum baru dilakukan pada pembukaan serviks uteri sekrang-kurangnya 7 cm pada kepala janin belum turun
b. Tidak memerlukan anestesi umum
c. Komplikasi pada ibu maupun janin lebih sedikit.

6. Kekurangan 
a. Waktu untuk melahirkan janin lebih lama ari ekstraksi forsep (lebih dari 6 menit)
b. Ekstraksi vakum tidak dapat digunakan pada :
1) Letak muka
2) Kaput suksedenum yang sudah besar
3) Gawat janin yang berat
4) Kepala menyusul (aftter coming head) pada letak sungsang
5) Disproporsi cephalo serviks.

7. Komplikasi
a. Pada ibu :
1) Robekan pada serviks uteri
2) Robekan pada dinding vagina
3) Perdarahanakibat atonia uteri atau trauma jalan lahir, infeksi
b. Pada anak :
1) Perdarahan dalam otak
2) Kaput suksedenum artifisialis, yang biasanya akan hilang sendiri setelah 24 – 48 jam
3) Ekskoriasi kulit kepala sefalhematoma, subgaleal hematoma, nekrosis kulit kepala, perdarahan intra kranial, jaundice, fraktur klavikula, kerusakan N.VI dan N.VII.

8. Alat – Alat Ekstraksi Vakum
a. Sejenis mangkok dari logam yang agak mendatar dalam berbagai ukuran (diameter 30 – 60 mm) dengan lubang ditengahnya
b. Pipa karet yang pada ujung satunya dihubungkan dengan mangkok dan pada ujung yang lain dengan suatu alat penarik dengan logam
c. Rantai dari logam yang berhubungan dengan alat bundar dan datar, alat tersebut dimasukkan kedalam rongga mangkok sehingga dapat menutup lubangnya selanjutnya rantai dimasukkan kedalam pipa karet dan setelah ditarik kuat, dikaitkan kepada alat penarik
d. Pipa karet yang pada ujung yang satu dihubungkan dengan alat penarik dan pada ujung yang lain dengan botol penampung cairan yang terhisap (lendir, darah, air ketuban dsb)
e. Manometer dan pompa jangan untuk menghisap udara, yang berhubungan dengan botol penampung dan menyelenggarakan vakum antara mangkok dan kepala janin
9. Tekhnik Pemasangan
a. Tindakan :
1) Instruksikan asisten untuk menyiapkan ekstraktor vakum dan pastikan petugas dan persiapan untuk menolong bayi telah tersedia
2) Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan terpenuhinya persyaratan ekstraksai vakum, bila penurunan kepala di atas h. Iv (0/5) rujukn pasien ke RS
3) Masukkan tangan kedalam wadah yang mengandung larutan klorin 0.5 % bersihkan darah dan cairan tubuh yang melekat pada sarung tangan
4) Lepaskan secara terbalik dan rendam dalam larutan tersebut.
b. Pemasangan Mangkok Vakum :
1) Masukkan mangkok vakum melalui introitus vagina secara miring dan setelah melewati introitus pasangkan pada kepala bayi (perhatikan agar tepi mangkok tidak terpasang pada bagian yang tidak rata atau moulage didaerah ubun-ubun kecil)
2) Dengan jari tengah dan telunjuk tahan mangkok pada posisinya dan dengan jari tengah dan telunjuk tangan lain lakukan pemeriksaan disekeliling tepi mangkok untuk memastikan tidak ada bagian vagina atau porsio yang terjepit diantara mangkok dan kepala
3) Setelah hasil pemeriksaan ternyata baik, keluarkan jari tangan pemeriksaan dan tangan penahan mangkok tetap pada posisinya
4) Instruksikan asisten untuk menurunkan tekanan (membuat vakum dalam mangkok) secara bertahap
5) Pompa hingga tekanan skala 10 (silastik) atau – 2 (malmstroom) setelah 2 menit naikkan hingga skala 60 (silastik) atau – 6 (malmstroom) dan tunggu 2 menit, ingat jangan gunakan tekanan maksimal pada kepala bayi lebih dari 8 menit
6) Sambil menunggu his, jelaskan pada psien bahwa pada his puncak (fase acme) pasien harus mengedan sekuat dan selama mungkin tarik lipat lutut dengan lipat siku agar tekanan abdomen menjadi lebih efektif.
c. Penarikan :
1) Pada fase acme (puncak) dari his minta pasien untuk mengedan secara simultan lakukan penarikan dengan dengan pengait mangkok, dengan arah sejajar lantas (tangan luar menarik pengait ibu jari tangan dalam pada mangkok, telunjuk dan jari tengah pada kulit kepala bayi)
2) Bila berhasil pada tarikan pertama, ulangi lagi pada tarikan kedua episiotomi (pada pasien dengan perinium yang kaku). Dilakukan pada saat kepala mendorong perineum dan tidak masuk kembali
3) Bila tarikan ketiga dilakukan dengan benar dan bayi belum lahir sebaiknya pasien dirujuk
4) Apabila penarikan mangkok terlepas hingga 2 kali, juga harus dirujuk
5) Saat suboksiput barada dibrikan keatas hingawah simfisis arahkan tarikan keatas hingga lahirlah berturut-turut dari muka.

10. Kriteria Kegagalan
a. Ibu mengeluh nyeri
b. Timbul gawat janin
c. Kepala tak turun pada tarikan
d. Jika tarikan sudah 3 kali dan kepala bayi belumturun/tarikan sudah 30 menit
e. Mangkok lepas pada tarikan pada tekanan maksimum

11. Penyebab Kegagalan
a. Dinding perut tebal
b. His sering
c. Tetania uteri 
d. Hidraamnion
e. Tali pisat pendek dan 
f. Kaki janin ekstensi maksimal.

PATHWAY


12. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Data subyektif
Pada tahap ini semua data dasar dan informasi tentang pasien dikumpulkan dan dianalisa untuk mengevaluasi keadaan pasien dan menurut keterangan dari pasien.
a) Nama pasien
Dimaksud agar dapat mengenali klien sehingga mengurangi kekeliruan dengan pasien lain.
b) Umur
Mengetahui umur pasien sehingga dapat mengklarifikasi adanya faktor resiko kehamilan karena faktor umur sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memberikan penatalaksanaan.
c) Agama dan suku bangsa
Mengetahui kepercayaan dan adat istiadat pasien sehingga dapat mempermudah dalam melaksanakan tindakan.
d) Pendidikan 
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman ibu dalam memberi informasi tentang persalinan.
e) Pekerjaan 
Mengetahui tingkat ekonomi pasien. Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui pola aktifitas pasien karena pada 
f) Alamat 
Untuk mengetahui pasien tinggal dimana dan untuk menghindari kekeliruan bila ada dua orang pasien dengan nama yang sama serta untuk keperluan kunjungan rumah bila perlu.
g) Identitas suami
Untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab bila sewaktu – waktu dibutuhkan dan dalam pengambilan keputusan didalam keluarga. Selain itu juga selama proses perawatan.
h) Alasan datang ke rumah sakit
Untuk mengetahui pasien tersebut datang rujukan atau tidak, dan untuk mengetahui keluhan pasien.
i) Keluhan utama
Pada kasus ibu post partum dengan ekstraksi vakum, keluhan utama yang dirasakan adalah kram pada perut, nyeri pada payu dara dan daerah genitalia
j) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Pada kasus post partum dengan ekstraksi vakum dikaji hal-hal yang berkaitan dapat menyebabkan terjadinya partus macet misalnya perut menggantung dan ketuban pecah dini
b) Riwayat kesehatan lalu
Pada riwayat kesehatan lalu, perlu dikaji mengenai riwayat kesempitan panggul karena juga merupakan salah satu dari faktor predisposisi partus macet sehingga perlu tindakan ekstraksi vakum saat akan melahirkan.
c) Riwayat kesehatan keluaga
Untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien, misalnya: penyakit keturunan menular, kelainan bawaan dan keturunan kembar.
k) Riwayat obstetrik
a) Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui lamanya perkawinan dan adanya infertilitas yang membantu dalam pertimbangan pelaksanaan tindakan.
b) Riwayat kehamilan sekarang
Ditanyakan apakah pasien memerlukan pemeriksaan antenatal secara teratur. Ini berhubungan dengan pemantauan kehamilan dan deteksi dini persalinan dengan kelwinwn letak janin, selain itu untuk mengetahui apakah mendapat imunisasi TT, obat-obat apa saja yang dikonsumsi ibu selama hamil.
l) Riwayat kontrasepsi
Ditanyakan metode yang dipakai dan keluhannya karena salah satu efek samping kontrasepsi adalah haid yang tidak teratur atau tidak haid sehingga dapat menimbulkan ketidaktepatan dalam menentukan HPHT.
m) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a) Pola nutrisi
Bagaimana pola makan dan kebutuhan cairan, tersedianya nutrisi berkaitan dengan kebutuhan metabolisme tubuh, karena masalah yang berkaitan dengan pemenuhan nutrisi dan penyebabnya biasanya saling berkaitan.
b) Eliminasi
Menjelaskan pola dari ekskresi, hal ini penting diketahui pola eliminasi dalam keadaan sebelum dan selama hamil karena merupakan proses penting dalam tubuh, dan sampai melahirkan.
c) Personal hygiene
Untuk mengetahui pola hidup bersih dalam kehidupan sehari- hari ibu apakah kurang atau tidak karena pada masa selama hamil sampai melahirkan rentan terhadap penyakit.
d) Pola aktivitas dan istirahat
Untuk mengetahui aktivitas ibu selama hamil dan saat persalinan, pola istirahat juga karena kurang istirahat atau ibu merasa kecapaian dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga dapat mempengaruhi persalinan nantinya.
n) Data psikososial
Hal ini penting untuk dikaji karena untuk dapat mendukung pengidentifikasi masalah untuk menentukan diagnosa, contohnya apakah pasien merasa cemas dengan keadaan ini.



2) Data obyektif
a) Pemeriksaan umum
» Keadaan umum perlu dikaji karena pada keadaan umum ibu yang lemah dapat dikarenakan oleh infeksi yang merupakan salah satu komplikasi dari post partum ekstraksi vakum.
» Tanda –tanda vital
Tekanan darah : untuk menilai apakah pasien mengalami hipertensi atau sebaliknya pasien mengalami penurunan tekanan darah.
Suhu : untuk menilai apakah terjadi infeksi Bila terjadi infeksi maka suhu tubuh menjadi meningkat.
Nadi: apakah nadi teratur atau tidak, cepat atau lambat, biasanya bila suhu meningkat dan nadi cepat karena adanya infeksi.
b) Pemeriksaan fisik
Lebih diutamakan pemeriksaan pada daerah yang dibawah ini untuk menjaga diagnosa.
» Kepala: kulit kepala bersih atau tidak.
» Muka: pucat atau tidak, oedem tidak.
» Mata: apakah pucat atau tidak, oedem atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterik tidak, penglihatan baik atau tidak.
» Hidung: bersih atau tidak, penciuman terganggu atau tidak, terdapat lender atau tidak, ada polip atau tidak.
» Telinga bersih atau tidak, pendengaran baik atau tidak, terdapat cairan atau tidak.
» Mulut: bibir kering atau tidak, mulut bersih atau tidak, terdapat stomatitis atau tidak.
» Gigi: bersih atau tidak, terdapat caries  atau tidak, gusi mudah berdarah atau tidak.
» Leher: terdapat pembesaran kelenjar tyroid atau tidak.
» Ketiak: terdapat pembesaran kelenjar limfe atau tidak.
» Dada: bentuknya bagaimana, terdapat retraksi dinding dada tidak, pernafasan teratur atau tidak, bunyi jantung bagaimana.
» Payudara: terdapat benjolan atau tidak.
» Perut: terdapat luka bekas operasi atau tidak, terdapat pembesaran atau nyeri tekan atau tidak.
» Vulva: apakah jahitan episiotomi sudah menyatu dan tidak terdapat tanda – tanda infeksi.
» Anus: terdapat hemoroid atau tidak.
» Ekstremitas  atas dan bawah: bentuk simetris atau tidak, terdapat kelainan anatomi fisiologi tidak, kaki oedem tidak, varices atau tidak.
c) Pemeriksaan obstetrik
a) Muka: terdapat kloasma gravidarum atau tidak, oedem atau tidak.
b) Payudara: bentuknya bagaimana, aerola menghitam atau tidak, papilla menonjol atau tidak, kolostrum sudah menonjol atau belum.
c) Perut:
» Inspeksi: bentuknya bagaimana, terdapat strie atau tidak, ada linea atau tidak, ada bekas operasi atau tidak.
» Palpasi: Mengukur tinggi fundus uteri post partum..
d) Pemeriksaan penunjang
Data penunjang merupakan data yang memperjelas atau menguatkan data subyektif yang telah ada untuk menegakkan diagnosa, data penunjang ditetapkan melalui pemeriksaan yang dilaksanakan sebagai bentuk kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain seperti laboratorium untuk pemeriksaan sel darah merah, apakah ibu mengalami anemia atau tidak.


b. Diagnosa Pospartum dengan Ekstraksi Vakum
Pada Ibu :
1) Nyeri berhubungan dengan robekan pada serviks uteri dan dinding vagina
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
3) Gangguan perfusi jaringan berhubungan penurunan suplai oksigen
4) Resiko infeksi berhubungan dengan invasif bakteri pada jalan lahir
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
Pada Bayi :
1) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan muntah proyektil
2) Gangguan jalan nafas berhubungan dengan aspirasi lidah waktu muntah
3) Resti gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan vital pada regulasi pernafasan.




c. Rencana Asuhan Keperawatan 
Rencana Perawatan Bagi Ibu :
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil I ntervensi Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan robekan pada serviks uteri dan dinding vagina
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
KH :
» Menunjukkan perasaan rileks
» Istirahat cukup dan peningkatan aktivitas
» Mengungkapkan penurunan rasa ketidaknyamanan nyeri » Kaji ketidaknyamanan melalui isyarat verbal dan non verbal


» Ajarkan tekhnik pernafasan dan relaksasi, anjurkan klien memilih posisi yang nyaman, lebih baik miring kekiri / agak tegak
» Lepaskan pakaian yang berlebihan/ketat. Biarkan lingkungan sejuk dan nyaman

» Instruksikan klien dalam menggunakan analgesik yang dikontrol, pantau cara menggunakan 
» Pantau td dan nadi ibu » Sikap terhadap nyeri adalah individual dan berdasarkan pada pengalaman masa lalu serta latar belakang
» Membantu mengurangi ketidaknyamanan melalui control gate dan stimulasi kutan


» Menaikkan sirkulasi kenometrium, menaikkan relaksasi dan kenyamanan, meningkatkan rasa sejahtera
» Memungkinkan klien untuk mengatur kontrol nyerinya sendiri, biasanya sedikit medikasi

» Hipotensi ibu disebabkan oleh penurunan tahanan perifer saat percabangan vaskuler dilatasi atau reaksi yang pertama terhadap block peridual
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam tidak terjadi volume cairan.
KH:
» Mampu menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan yang dapat dibuktikan dengan TTV stabil
TD: 130/80 mmhg
Nadi: 80x/ menit
Suhu: 37 0c »   Kaji perubahan TTV




» Ukur masukan, pengeluaran dan keseumbangan cairan, catat kehilangan perdarahan
» Timbang bb

» Berikan cairan iv dan lakukan observasi ketat sesuai indikasi
» Lakukan tirah baring » Kekurangan cairan akibat perdarahan meningkatkan frekuensi jantung, menurunkan tekanan darah dan mengurangi volume nadi
» Memberi informasi tentang status cairan kecenderungan keseimbangan cairan negatif
» Perubahan cepat meninjukkan gangguan air tubuh
» Memperbaiki volume sirkulasi

» Perdarahan dapat berhenti dengan mereduksi aktivitas

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan penurunan suplai oksigen Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam klien menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat
KH:
TTV normal :
TD : 120/80 mmhg
Nadi : 55-90x/ menit
Suhu : 37 0c
RR : 16 – 24 x/ menit Mandiri :
» Perhatikan Hb & Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah, kaji status nutrisi dan BB



» Pantau tanda vital derajat dan durasi episode hipovolemik

» Kakji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah, perhatikan suhu kulit


» Kaji payu dara setiap hari, perhatikan ada tidaknya laktasi dan perubahan pada ukuran payu dara

Kolaborasi :
» Pantau GDA dan kadar Ph


» Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
» Nilai bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan darah. Status yang ada sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya cidera dari kekurangan oksigen
» Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan derajat dan durasi hipotensi
» Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasi pada pembuluh darah perifer diturunkan mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin
» Kerusakan / keterlibatan hipofisis anterior menurunkan kadar prolaktin, mengakibatkan tidak adanya produksi ASI & akibatnya menurunkan jaringan payu dara

» Membantu dalam mendiagnosa derajat hipoksia jaringan / asidosis
» Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transportasi sirkulasi ke jaringan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan invasif bakteri pada jalan lahir Setelah dilakukan asuhan keperawatan selam 1 x 24 jam, tidak meninjukkan terjadinya infeksi
KH :
Bebas dari dari infeksi
Tidak terjadi pembengkakan
Tidak terjadi kemerahan pada robekan » Tinjau ulang kkondisi atau faktor resiko yang ada sebelumnya
» Kaji terhadap tanda / gejala infeksi (mis : peningkatan suhu, nadi, jumlah SDP)



» Lakukan perawatan kulit preoperatif sesuai protokol


» Catat Hb dan Ht, catat perkiraan kehilangan darah


» Berikan antibiotik spektrum luas parenteral » Menurunkan kemungkinan kontaminasi

» Pecah ketuban 24 jam sebelum pembedahan dapat mengakibatkan korioamnionitas sebelum intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka
» Menurunkan resiko kontaminasi kulit memasuki insisi. Menurunkan resiko infeksi post operatif
» Resiko infeksi pasca melahirkan dan penyembuhanb buruk, meningkat bila kadar Hb turun dan kehilangan darah berlebih
» Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya proses infeksi
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam tidak terjadi intoleransi aktivitas pada klien
KH :
Menyatakan kesadaran terhadap toleransi aktivitas
Klien tidak tampak kelelahan berlebihan
Klien mampu melakukan aktivitas sendiri » Anjurkan klien mengikuti aktivitas dengan istirahat yang cukup


» Instruksikan klien untuk menghindari mengangkat beban bebrat, aktivitas / kerja

» Kelompokkan aktivitas sebanyak mungkin seperti pemberian obat, tanda vital dan pengkajian
» Berikan aktivitas penunjang, seperti : membaca, nonton TV atau kunjungan dengan teman yang dipilih atau keluarga » Menghemat energi dan menghindari pengerahan tenaga terus-menerus untuk meminimalkan kelelahan / kepekaan uterus
» Aktivitas yang ditoleransi sebelumnya mungkin tidak diindikasikan untuk wanita beresiko
» Meningkatkan kesempatan klien untuk tindakan berikutnya


» Meningkatkan klien dalam koping dengan penurunan aktivitas


Rencana Perawatan Bagi Bayi :
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil I ntervensi Rasional
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan muntah proyektil
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 X 24 jam nutrisi bayi terpenuhi secara adekuat
KH :
bebas dati tanda – tanda hipoglikemi
menunjukkan penurunan BB sama dengan atau kurang dari 5% BB lahir pada waktu pulang Mandiri :
» Tinjau ulang riwayat prenatal ibu terhadap adanya kemungkinan stressor yang berdampak pada simpanan glukosa neonatus, seperti : diabetes, hipertensi karena kehamilan (hkk), gagal jantung dan gagal ginjal
» Perhatikan skor apgar, kondisi saat lahir, tipe atau waktu pemberian obat dan suhu awal pada penerimaan di ruang perawatan bayi
» Turunkan stressor fisik seperti stres dingin, pengerahan fisik, dan pemajanan berlebihanpada pemancar panas
» Timbang berat badan bayi saat menerima diruang perawatan dan setelah itu setiap hari


» Periksa hipoglikemi pada waktu usia 1 jam dengan menggunakan destroxtix, dan lebih sering sesuai dengan yang diindikasikan untuk bayi simtomatik atau resiko tinggi
» Auskultasi bising usus. Perhatikan adanya distensi abdomen
» Lakukan pemberian makan oral awal dengan 5-15 ml air steril, kemudian dextrosa dan air, sesuai protokol RS




Kolaborasi :
» Dapatkan glukosa darah segera bila kadar dextroxtix kurang dari 45 mg/dl

» Berikan glukosa dengan segera, peroral atau intravena
» Bayi cukup bulan yang khususnya rentan pada hipoglikemi mengalami stres kronis dalam uterus, terpajan pada kadar glukosa yang tinggi dalam uterus, menjadi sga atau lga atausecara akut sakit

» Stressor kelahiran dan stres dingin meningkatkan laju metabolisme dan dengan cepat menurunkan simpanan glukosa

» Hipotermi meningkatkan konsumsi energi dan penggunaan simpanan lemak coklat yang tidak dapat diperbaharui
» Menetapkan kebutuhan kalori dan cairan sesuai dengan berat badab dasar, yang secara normal menurun sebanyak 5-10% dalam 3-4 hari pertama kehidupan
» Bayi baru lahir dapat memmpertahankan kadar glukosa maternal sampai 1 jam setelah kelahiran.


» Indikator yang menunjukkan neonatus lapar / siap untuk makan

» Pemberian makan awal untuk bayi menyusui biasanya terjadi diruang kelahiran, sedangkan air, mungkin diberikan diruang perawatan bayi untuk mengkaji refleks menghisap, menelan, gag dan kepatenan esofagus


» Pengukuran glukosa darah memastikan temuan dextrostix dan kebutuhan terhadap intervensi
» Bayi mungkin memerlukan suplemen glukosa untuk meningkatkan kadar serum
2. Resti gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan vital pada regulasi pernafasan. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 X 24 jam, bayi menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat
KH :
Mempertahankan jalan napas paten dengan frekuensi pernapasan dan janrung dalam batas normal
Secara umum tidak terjadi sianosis
Bebas dari tanda distres pernapasan Mandiri :
» Ukur skor APGAR pada menit ke 1 dan ke 5 setelah kelahiran

» Perhatikan durasi persalinan dan tipe kelahiran



» Perhatikan adanya pernapasan cuping hidung, retraksi dada, pernapasan mendengkur, krekels atau bronkhi

» Tempatkan bayi pada posisi trendelenburg yang dimodifikasi pada sudut 10 derajat
» Hisap isi lambung bila cairan amniotik mengandung mekonium
Kolaborasi :
» Berikan oksigen hangat melalui masker pada 4-7 L/menit bila dindikasikan
» Berikan tindakan resusitatif, dan siapkan untuk pemindahan bayi ke unit perawatan intensif (NICU) sesuai indikaszi
» Membantu menentukan kebutuhan terhadap intervensi segera
» Kompresi torakal selama lewatnya janin melalui jalan lahir membantu dalam membersihkan paru-paru kira-kira 80-110 ml cairan
» Tand-tanda ini normal dan sementara pada periode reaktivitas pertama, tapi dapat menunjukkan distress pernapasan bila ini menetap
» Memudahkan drainase mukus dari nasofaring dan trakea dengan gravitasi
» Membantu mengurangi insiden pneumonia aspirasi pada periode awal neonatus

» Mendukung upaya pernapasan bila pucat nyata atau sianosis umum ada
» Bayi yang memerlukan upaya-upaya resusitasis luas harus diobservasi dan dirawat oleh petugas yang telah secara khusus terlatih untuk merawat bayi baru lahir yang sakit


C. TINJAUAN MEDIS PROLOGED LABOR (PARTUS LAMA / MACET)
1. Definisi
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih gari 18 jam pada multi.
Partus kasep adalah merupakan fase terakhir dari suatu partus yang macet dan berlangsung terlalu lama sehingga timbul gejala-gejal seperti dehidrasi, kelelahan ibu, serta asfiksi dan kematian janin dalam kandungan (KJDK).
(Rustam, Muhtar. 1998).
Prolonged labour adalah salah satu yamg terpenting dan pengecualian kelelahan yang menghasilkan koping dengan kontraksi uterus yang merupakan ancaman bagi ibu post partum dan support system.
(Mattenson, Peggy Sherblom. 2001)
Prolonged labour adalah hasil dari masalah dengan beberapa faktor pada proses persalinan setelah wanita melalui fase aktif dilatasi serviks seharusnya terjadi minimum 1,2 cm/jam pada nulipara 1,5 cm/jam, pada primipara presentasi fetal.
Partus tak maju yaitu suatu persalinan  dengam his yang adekuat yang tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepal, dan putar paksi selama 2 jm terakhir. Persalinan pada primi tua biasanya lebih lama.
(Rustam, Muhtar. 1998).

2. Etiologi 
Sebab-sebab terjadinya partus kasep ini adalah multi kompleks, dan tentu saja bergantung pada pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan yang baik, dan penatalaksanaannya. 
a. Penyebanya antara lain :
1) Kelainan letak janin
2) Kelainan-kelainan panggul
3) Kelainan his
4) Pimpinan partus yang salah
5) Janin besar atau ada kelainan congenital
6) Primi tua
7) Perut gantung, grande multi
8) Ketuban pecah dini. 
(Rustam, Muhtar. 1998).
b. Mengelompokkan penyebab terjadinya prolonged labour sebagai berikut :
1) Kontraksi uterin tidak efektif
2) Disproporsi sephalopelvik
3) Posisi oksipitoposterior
Sedangkan menurut Saifuddin, pada prinsipnya persalianan lama dapat disebabkan oleh :
a. His tidak efisien (adekuat)
b. Faktor janin (malpresentasi, malposisi, janin besar)
c. Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)

3. Manifestasi Klinis
a. Pada ibu :
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat, dan mateorismus. Di daerah local sering dijumpai : ring V/D bandl, edema vulva, edema serviks, cairan ketuban berbau, terdapat mekonium.pembukaan servik tidak membuka < 3 cm, pembukaan servik tidak melewati 3 Cm, sesudah 8 jam inpartu.
1) Pembukaan serfik melewati garis waspada partograf :
a) Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang dari 3 kontraksi per 10 menit.
b) Secondary arrest of dilatation atau arrest of descent.
c) Secondary arrest of dilatation dan bagiaan terrenahnya dengan caput, terdapat moulase hebat, edema serfik, tanda rupture uteri imminen, fetal dan maternal elistres, Kelainan presentasi (selain verteks).
2) Pembukaan sevik lengkap, ibu ingin mengedan, tetapi tidak ada kemajuan penurunan.


b. Pada janin :
1) Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negative ; air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
2) Kaput suksedaneum yang besar
3) Moulage kepal yang hebat
4) Kematian janin dalam kandungan (KJDK)
5) Kematian janin intra partal (KJIP) 

4. Penatalaksanaan 
a. Treatment
1) Kontraksi Uterus Tidak Adekuat
Bila kontraksi uterus tidak adekuat dan disporsi atau obstruksi bisa disingkirkan, penyebab paling banyak portus lama adalah kontraksi uterus yang tidak adekuat.
a) Lakukan induksi dengan oksitosin 5 unit dalam 500 cc dektrosa (NaCL) atau prostaggladin.
b) Evaluasi ulang dengan px vaginal setiap 4 jam:
» Bila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan SC.
» Bila ada kemajuan evaluasi tiap 2 jam
c) Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan.
» Bila ketuban intak, pecah ketuban.
2) Influencing Resistance
Salah satu alternative denagan menggunakan dosis oksitosin tinggi untuk meningkatkan kemampuan uterus selama persalinan normal. Banyak pendekatan logis untuk menguirangi resistensi serviks
Ada 3 metode yang dapat mempengaruhi resistensi :
a) Menggunakan IV / IM porcine relaxin
b) Injeksi servik local pda hyolouronidosa.
c) Fibrasi servik.

3) Perawatan di RS 
Persalinan kasep akan selekasmungkin diselesekan secar abdominal dengan SC / secara vaginal denga tarikan cunam / lain tindakan tergantug pada :
a) Kemacetan persalinan
b) Tahap persalian
c) Keadaan janin 
d) Keadaan ibu
4) Fase labour (persalinan palsu/belum in partu)
Bila his belum teratur dan porsio masih tertutup, pasien boleh pulang.
Periksa adanya infeksi saluran kemih, ketuban pecah, dan bila didapatkan adanya infeksi obati secara adekuat. Bila tidak pasien boleh rawat jalan.
5) Fase laten yang memanjang
Diagnosis fase laten yang memanjang dibuat secara retrospektif. Bila his berhenti disebut persalinan palsu ataubelum in partu. Bila mana kontraksi makinteratur dan pembukaan makin bertambah sampai 3 cm disebut fase laten.

D. TINJAUAN MEDIS MANAJEMEN LAKTASI
1. Fisiologi Laktasi
Air susu esensial bagi kelangsungan hidup bayi baru lahir. dengan demikian, selama gestasi kelenjar mamaria atau payudara, dipersiapkan untuk laktasi.
Payudara pada wanita yang tidak hamil terutama terdiri dari jaringan lemak dan sistem duktus rudimenter. Ukuran payudara ditentukan oleh jumlah jaringan lemak, yang tidak ada kaitannya dengan kemampuan menghasilkan susu. dibawah pengaruh hormon yang terdapat selama kehamilan, kelenjar mamaria membentuk struktur dan fungsi kelenjar internal yang penting untuk menghasilkan susu. Payudara yang mampu menghasilkan susu terdiri dari jaringan duktus yang secara progresis mengecil yang bercabang dari puting payudara dan berakhir di lobus-lobulus. Setiap lobulus terdiri dari sekelompok alveolus berlapis epitel dan mirip kantung yang membentuk kelenjar penghasil susu. Susu disintesis oleh sel epitel, lalu disekresikan kedalam lumen alveolus, kemudian mengalir dari duktus pengumpul susu kepermukaan puting payudara. 
Selama kehamilan, konsentrasi estrogen yang tinggi menyebabkan perkembangan duktus yang ekstensif sementara kadar progesteron yang tinggi merangsang pembentukan lobulus alveolus. peningkatan konsentrasi prolaktin (suatu hormon hipofisis anterior yang dirangsang oleh peningkatan kadar estrogen) dan human chorionic somatomammotropin (suatu hormon peptida yang dikeluarkan oleh plasenta) juga ikut berperan dalam perkembangan kelenjar mamaria dengan menginduksi pembentukan enzim-enzim yang diperlukan untuk menghasilkan susu.
Setelah persalinan, laktasi dipertahankan oleh dua hormon penting (1) Prolaktin, yang bekerja pada epitel alveolus untuk meningkatkan sekresi susu, dan (2) Oksitosin, yang menyebabkan penyemprotan susu, yang terakhir mengacxu pada ekspulsi paksa susu dari lumen alveolus melalui duktus-duktus. pengeluaran kedua hormon tersebut dirangsang oleh refleks neuroendokrin yang dipicu oleh rangsangan menghisap pada puting payu dara. Susu tidak dapat secara langsung dihisap dari lumen alveolus oleh bayi. Susu harus secara aktif diperas keluar alveolus melalui duktus lalu ke puting payu dara oleh kontraksi sel mioepitel khusus yang mengelilingi setiap alveolus. Pengisapan puting oleh bayi merangsang ujung-ujung syaraf sensorik di puting, menimbulkan potensial aksi yang kemudian menjalar ke atas ke korda spinalis lalu ke hipothalamus. Setelah diaktifkan, hipothalamus memicu pengeluaran oksitosin dari hipofisis posterior. pksitosin, pada gilirannya, merangsang kontraksi sel mioepitel di payu dara sehingga terjadi penyemprotan susu (milk letdown).
Refleks Menghisap Puting :  

2. Definisi
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu sebagai makanan utama bagi bayi.
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. ASI eksklusif adalah makanan terbaik yang harus diberikan kepada bayi, karena di dalamnya terkandung hampir semua zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi. "Tidak ada yang bisa menggantikan ASI karena ASI didesain khusus untuk bayi, sedangkan susu sapi komposisinya sangat berbeda sehingga tidak bisa saling menggantikan".
(GATRA, 2004).

3. Manfaat Pemberian Asi
a. Pada Bayi
1) Steril, aman dari pencemaran kuman.
2) Selalu tersedia dengan suhu optimal.
3) Produksi disesuaikan dengan kebutuhan bayi
4) Mengandung antibodi yang dapat menghambat pertumbuhan / membunuh kuman / virus.
5) Perkembangan rahang dan merangsang pertumbuhan gigi.
6) Mudah dicerna, perkembangan otak lebih baik.
7) Bahaya alergi tidak ada 
b. Bagi Ibu
1) Dengan menyusui terjadi hubungan yang lebih erat antara ibu dengan bayi.
2) Dengan menyusui akan mempecepat involusi uteri.
3) Dengan menyusui kesuburan ibu akan berkurang untuk beberapa bulan (KB alami)
4) Dengan menyusui akan mengurangi kemungkinan menderita kangker payudara pada masa mendatang.
c. Bagi Keluarga
1) Pemberian ASI tidak menuntut persiapan khusus.
2) ASI selalu tersedia dan gratis.
d. Bagi Negara
1) Hemat biaya
2) AKB menurun
3) Menurangi subsidi perawatan anak sakit dan ibu dan anak.
4) Membantu program KB
5) Meningkatkan kualitas generasi penerus.

4. Langkah-Langkah Menyusui Yang Benar
a. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada puting dan sekitar kalang payudara. Cara ini mempunyai manfaat sebagai disinfektan dan menjaga kelambaban puting susu.
b. Bayi diletakkan menghadap perut ibu / payudara.
1) Ibu duduk / berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakn kursi yang rendah (agar kaki ibu tidak menggantung) dan punggung ibu  bersandar pada sandaran kursi.
2) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh mnengadah dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan)
3) Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu yang satu di sepan.
4) Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi)
5) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
6) Ibu menatap bayi dengan penuh kasih sayang.
c. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari yang lain menopang di bawah, jangan menekan puting susu / kalang payudara saja.
d. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting refleks) dengan cara 
1) Menyentuh pipi dengan puting susu atau
2) Menyentuh sisi mulut bayi
e. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dan puting serta kalang payudara dimasukkan ke mulut bayi.
1) Usahakan sebagian besar kalang payudara dapat masuk kemulut bayi sehingga puting susu berada dibaewah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak dibawah kalang payudara. Posisi yang salah yaitu apabila bayi hanya menghisap pada puting susu saja, akan mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat dan puting susu lecet.
2) Setelah bayi mulai menghisap payudara tidak perlu disangga lagi.
Teknik menyusui yang tidak benar dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya / bayi enggan menyusu. Untuk mengetahui9 bayi telah menyusu dengan benar dapat dilihat :
1) Bayi tampak tenang.
2) Badan bayi menempel pada perut ibu 
3) Mulut bayi terbuka lebar
4) Dagu menempel pada payudara ibu.
5) Sebagian besar kalang payudara masuk ke dalam mulut bayi.
6) Bayi tampak menghisap kuat dengan irama perlahan.
7) Puting susu ibu tidak terasa nyeri.
8) Telinga  dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
9) Kepala tidak menengadah
Tanda kecukupan ASI secara subyektif :
1) Bayi tampak puas dan tidur nyenyak saat menyusui
2) Ibu merasakan perubahan ketegangan pada payudara
f. Melepaskan isapan bayi
Setelah selesai menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong sebaiknya diganti dengan payudara yang satunya. Coba melepas isapan bayi :
1) Jari kelingking ibu dimasukkan k mulut bayi sudut mulut atau
2) Dagu bayi ditekan kebawah.
g. Setelah menyusui ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan disekitar kalang payudara, biarkan kering dengan sendirinya.
h. Menyendawakan bayi. 
Tujuan : Mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak muntah 
(gumoh- jawa) setelah menyusui.
Cara :
1) Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu  kemudian  punggung ditepuk perlahan-lahan.
2) Bayi tidur tengkurap dipangkuan ibu kenudian punggung ditepuk perlahan-lahan.

Sebaiknya menyusui bayi tanpa dijadwal (on demand) karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayi bila menangis bukan karena sebab lain (kencing dsb) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam.

5. Komposisi Asi Sesuai Kebutuhan Bayi 
Karena ASI merupakan cairan "hidup" yang mengandung zat-zat antara lain daya tahan tubuh, sedangkan susu formula adalah cairan "mati" yang tak mengandung antibodi. Perlu diketahui juga, komposisi ASI selalu berubah-ubah sesuai kebutuhan bayi. Umpamanya, ASI yang keluar beberapa saat setelah persalinan sampai 4 hari pertama (kolostrum) berbeda komposisinya dengan ASI yang keluar setelah itu (ASI transisi dan ASI matur). Berikut penjelasan Ketua Yayasan Sentra Laktasi Indonesia : 
a. ASI hari I hingga kurang lebih ke-4 (kolostrum) 
Kolustrum bisa dikatakan sebagai "imunisasi" pertama yang diterima bayi karena banyak mengandung protein untuk daya tubuh yang berfungsi sebagai pembunuh kuman dalam jumlah tinggi. Kadarnya 17 kali dibandingkan dengan ASI matur. 
b. ASI hari ke-3 hingga kurang lebih ke-10 (ASI transisi) 
Kadar protein ASI transisi sudah berkurang sementara kadar karbohidrat dan lemaknya meningkat. Begitu juga dengan volumenya yang makin banyak sesuai kebutuhan menyusu bayi yang semakin tinggi. 
c. ASI hari ke-10 dan selanjutnya (ASI matur)
Komposisi ASI yang keluar pada isapan-isapan pertama (foremilk) juga berbeda dengan komposisi yang terkandung pada isapan-isapan akhir (hindmilk). “Hindmilk” mengandung lemak dan karbohidratnya lebih banyak dibandingkan foremilk. 
Berikut ini komposisi/kandungan yang terdapat dalam ASI : 
a. Lemak 
Kadar lemak ASI berubah-ubah secara otomatis sesuai kebutuhan kalori bayi dari hari ke hari. ASI mengandung enzim lipase pencerna lemak sehingga lemak ASI mudah dicerna dan diserap. Sekitar 80% lemak ASI berjenis long chain polyunsaturated fatty acid (lemak ikatan panjang). Antara lain omega 3 (EPA dan DHA), omega 6 (AA) yang merupakan komponen penting untuk pertumbuhan otak. 
b. Kolesterol
Manfaat kolesterol dalam ASI antara lain untuk meningkatkan pertumbkuhan otak. Selain itu olesterol berfungsi dalam pembentukan enzim metabolisme kolesterol. Metabolisme itu akan mengendalikan kadar kolesterol di kemudian hari sehingga mencegah serangan jantung. 
c. Protein 
Kandungan protein dalam ASI lebih tinggi dan lebih mudah dicerna oleh usus bayi. Selain berguna sebagai daya tahan tubuh, protein diperlukan pula untuk pertumbuhan otak. 
d. Karbohidrat 
Karbohidrat utama ASI adalah laktosa. Gunanya untuk pertumbuhan otak, meningkatkan penyerapan kalsium, meningkatkan pertumbuhan bakteri usus yang baik yaitu lactbacillus bifidus, menghambat pertumbuhan bakteri yang berbahaya. 
e. Vitamin dan Mineral 
ASI mengandung vitamin dan mineral yang lengkap. Hampir semua vitamin dan mineral dalam ASI diserap tubuh bayi. Perlu juga disadari bahwa masih banyak zat yang terkandung dalam ASI namun belum diketahui kegunaannya.
6. Penyakit-Penyakit Yang Dapat Dicegah ASI 
Dari hasil riset, ASI terbukti dapat menurunkan risiko bayi terserang penyakit akut dan kronis. Antara lain : 
a. Meningitis bakterialis (peradangan selaput otak yang disebabkan bakteri) 
b. ISPA (infeksi saluran pernapasan atas) 
c. Infeksi saluran urogenitalis (infeksi pada organ reproduksi dan saluran kemih) 
d. Otitis media (peradangan telinga) 
e. Sepsis (infeksi dalam darah) 
f. Botulism (keracunan akibat makanan/minuman yang diawetkan secara tidak benar) 
g. Diare 
h. Serangan alergi 
i. Diabetes pada usia muda 
j. Penyakit pembuluh darah koroner (coronary artery disease).

7. Masalah – Masalah Dalam Laktasi
a. Payu dara bengkak
b. Puting susu datar atau terbenam
c. Puting susu lecet atau luka
d. Saluran susu tersumbat
e. Infeksi payu dara (mastitis)
f. Abses payu dara
g. ASI kurang
h. Bayi bingung puting
i. Bayi enggan menyusu
j. Berat badan lahir rendah (BBLR)
8. Perawatan Payu Dara Post Partum
a. Bertujuan untuk :
1) Memelihara kebersihan paydara
2) Melenturkan dan menguatkan putting
3) Mengeluarkan putting susu yang masuk ke dalam/ datar
4) Agar saat menyusui, susu dapat keluar engan lancar dan menghindari kesulitan-kesulitan dalam menyusui
b. Alat-alat yang dugunakan
1) Kapas
2) Baby oil
3) Waslap 
4) Baskom berisi air hangat
5) Baskom berisi air dingin 
c. Cara kerja breast care
Cara kerja untuk melakukan breast care pada ibu post partum adalah:
1) Mengompres nipple dengan kapas yang usdah diberi minyak/ baby oil, tujuannya untuk mengangkat kotoran, dan lemak-lemak.
2) Biarkan sampai 3 menit, kemuian kapas diputar untuk membersihkan dan mengangkat kotoran pada nipple.
3) Basahi kedua tangan dengan baby oil.
4) Massage payudara dengan kedua tangan rotasi dari atas ke bawah.
Caranya kedua tangan dan ibu jari menempel di tengah-tengah payudara dilakukan sebanyak 20-30 kali.
5) Massage payudara dengan cara tangan kiri menyangga payudara dan tangan kanan bagian jari kelingking memijat, arah dari atas ke bawah, dilakukan 20-30 kali.
6) Massage dengan cara sirkuler, yaitu dengan menggunakan ujung-ujung jari kedua tangan menuju ke arah nipple.
7) Payudara dengan air hangat untuk meningkatkan vaskularisasi selama 3 menit. Selama itu merasa hangat.
Tujuan: untuk meningkatkan kenyamanan
8) Kompres payudara dengan air dingin selama 3 menit.
Tujuan: untuk meningkatkan kenyamanan
9) Pencet daerah areola untuk mengocok ASI sudah keluar atau belum.
10) Kompres dengan air hangat lagi selama 3 menit
11) Bila nipple datar atau masuk ke dalam dapat dilakukan (Hoffman)
a) Nipple diputar kemudian ditarik
b) Regangkan  areola dengan kedua ibu jari, angkat nipple dan tarik keluar.

9. Nutrisi  Untuk Ibu Menyusui
Nutrisi ibu menyusui adalah suatu keadaan nutrisi yang diperlukan selama ibu menyusui, yang membutuhkan makanan lebih banyak karena selain menjaga kesehatan ibu juga untuk pembentukan ASI bagi bayinya dalam jumlah kurang lebih 850 ml perhari.
a. Nutrisi yang diperlukan adalah :
1) Karbohidrat dan lemak sebagai sumber zat tenaga untuk menghasilkan kalori  dapat diperoleh dari serealia, umbi-umbian.
2) Protein sebagai sumber zat pembangun dapat diperoleh dari daging, ikan,     telur dan kacang-kacangan.
3) Mineral sebagai zat pengatur dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayur -     sayuran.
4) Vitamin B kompleks berguna untuk menjaga sistem saraf, otot dan jantung agar berfungsi secara normal. Dapat dijumpai pada serealia, biji - bijian, kacang-kacangan, sayuran hijau, ragi, telur dan produk susu. 
5) Vitamin D berguna untuk pertumbuhan dan pembentukan tulang bayi Anda. Sumbernya     terdapat pada minyak hati ikan, kuning telur dan susu.
6) Vitamin E berguna bagi pembentukan sel darah merah yang sehat. Makanlah lembaga biji-bijian terutama gandum, kacang-kacangan, minyak sayur dan sayuran hijau.
7) Asam folat berguna untuk perkembangan sistem saraf dan sel darah, banyak terdapat pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam, kembang kol dan brokoli. Pada buah-buahan, asam folat terdapat dalam jeruk, pisang, wortel     dan tomat. Kebutuhan asam folat selama hamil adalah 800 mcg per hari,     terutama pada 12 minggu pertama kehamilan. Kekurangan asam folat dapat     mengganggu pembentukan otak, sampai cacat bawaan pada susunan saraf     pusat maupun otak janin.
8) Zat besi yang dibutuhkan ibu hamil agar terhindar dari anemia, banyak     terdapat pada sayuran hijau (seperti bayam, kangkung, daun singkong, daun     pepaya), daging dan hati.
9) Kalsium, diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan gigi janin, serta melindungi ibu hamil dari osteoporosis Jika kebutuhan kalsium ibu hamil tidak tercukupi, maka kekurangan kalsium akan diambil dari tulang ibu.     Sumber kalsium yang lain adalah sayuran hijau dan kacang-kacangan. Saat ini kalsium paling baik     diperoleh dari susu serta produk olahannya. Susu juga     mengandung banyak vitamin, seperti vitamin A, D, B2, B3, dan vitamin C. 

b. Contoh Makanan Yang Tepat Bagi Ibu Menyusui
Makanan dengan gizi seimbang dapat diperoleh dari karbohidrat dan lemak sebagai sumber zat tenaga, protein sebagai sumber zat pembangun, serta vitamin dan mineral sebagai zat pengatur. 
1) Sebagai sumber tenaga yang menghasilkan kalori, karbohidrat dapat diperoleh dari serealia, umbi-umbian. 
2) Sementara protein sebagai sumber zat pembangun dapat diperoleh dari daging, ikan, telur, kacang-kacangan, dan sebagai sumber zat pengatur,
3) vitamin dan mineral dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayur-sayuran. Tambahan vitamin, baik B kompleks, vitamin A, vitamin C, vitamin D, maupun vitamin E diperlukan ibu hamil untuk meningkatkan kebugarannya. Vitamin B kompleks dijumpai pada serealia, biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran hijau, ragi, telur dan produk susu. Vitamin B kompleks berguna untuk menjaga sistem saraf, otot dan jantung agar berfungsi secara normal.
4) Vitamin D berguna untuk pertumbuhan dan pembentukan tulang bayi Anda. Sumbernya terdapat pada minyak hati ikan, kuning telur dan susu. 
5) Vitamin E berguna bagi pembentukan sel darah merah yang sehat. Makanlah lembaga biji-bijian terutama gandum, kacang-kacangan, minyak sayur dan sayuran hijau. 
6) Asam folat berguna untuk perkembangan sistem saraf dan sel darah, dan banyak terdapat pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam, kembang kol dan brokoli. Pada buah-buahan, asam folat banyak terdapat pada jeruk, pisang, wortel dan tomat. 
7) Zat besi yang dibutuhkan ibu menyusui agar terhindar dari anemia (kurang darah), banyak terdapat pada sayuran hijau (seperti bayam, kangkung, daun singkong, daun pepaya), daging dan hati. Salah satu makanan dengan kandungan gizi yang lengkap adalah susu. 

c.  Menu Yang Dikonsumsi Oleh Ibu Menyusui
1) Sumber zat tenaga 8 porsi (1 porsi nasi = 100 gr), yang terdiri dari : nasi, jagung, mie, roti dsb. Ditambah dengan 4 sdm minyak goreng untuk menggoreng atau menumis dan 2 sdm gula
2) Sumber zat pembangun 8 porsi, dapat terdiri dari : 2 porsi ikan atau daging @ 50 gr, 3 porsi tempe atau tahu @ 50/75 gr dan 1 porsi kacang-kacangan, 1 gelas susu dan 1 butir telur
3) Sumber zat pengatur 7 porsi, dapat terdiri dari : 4 porsi sayuran terutama yang berwarna hijau dan kuning @ 100 gr dan 3 porsi buah-buahan segar @ 100 gr.
Contoh menu sehari :
a. Pagi : Lumpia, susu, juice buah
b. Siang : Nasi, otak-otak bandeng, rempeyek kacang, oseng 
kangkung dan telur puyuh, sayur asem, papaya.
c. Malam : Nasi, empal daging, sup sayuran, keripik tempe, apel.




Kebutuhan Gizi Ibu Menyusui

       Zat Gizi                Ibu menyusui\ anak umur 
    0-6 bln    7-12 bln   12-24 bln
Energi        (kalori)
Protein       (Gr)
Vitamin A  (RE)
Asam folat  (ug)
Vitamin C   (mg)
Kalsium      (mg)
Besi            (mg) 2750
64
850
210
85
900
31 2550
60
800
200
70
900
31 2450
59
750
185
70
800
31


(www.conectique.com)




DAFTAR PUSTAKA

Danfort. 2002. Obstetric Dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika

Doenges. Marilynn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC

Farrer, Helen. 1999. Perawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta. EGC

Gede manuaba, ida bagus. 1998. Ilmu Bidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC

Hanafi. Wiknjosastro. 1997. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka. Prawiroharjo. 

Mansjoer. Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta. EGC.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta. EGC.

Prawirohardjoe. 2002.Buku Paduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo.

Pusat pendiddikan tenaga kesehatan, 1993. Asuhan Kebidanan pada ibu hamil dalam kontek keluarga, Departemen Kesehatan Jakarta.

Prawirohardjo, S. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. Bina Pustaka FKUI.

Soetjiningsih, ASI petunjuk untuk tenaga kesehatan,. Jakarta. EGC

Sutarmi, STp. 2005. Taklukkan Penyakit dengan VCO, Jakarta. EGC.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta. EGC

www.conectique.com
www.kompas.com 



Photobucket